Wednesday, April 25, 2007

Alasan PKB di hati mereka ....


Jutaan rakyat Indonesia memilih PKB sebagai pilihan aspirasinya. PKB dilahirkan sebagai partai nasionalis - religius yang inklusif dan terbuka untuk siapapun. Namun, sebagai partai yang lahir dari "rahim" PBNU dan dideklarasikan oleh tokoh2 NU terkemuka, tentu kebanyakan dari pendukung partai ini adalah Nahdliyyin, yang tersebar di bumi ini.

Ada baiknya kita perlu menengok apa alasan mereka memilih PKB sebagai tautan hatinya. Berikut ini beberapa alasan dari mereka :

Rulan Kis Riarto (Entrepreneur - Depok) :
"Saya dulu kader PKS, tapi setelah belajar agama lebih luas akhirnya saya keluar. Saya sekarang simpatisan PKB karena ideologinya yang nasionalis religius dan karena saya pengagum Gus Dur"

M. Jumadi (Profesional IT - Bekasi) :
"karena saya keturunan NU ... dan berharap bisa bantu PKB untuk membesarkan dan melanggengkan PKB"

Luthfi N. Ikhvan (Karyawan - Surabaya) :
"Alasanku cuma 1 : karena Gus Dur ..."

Achmad Ubaidillah (Mahasiswa S2 ITB asal Madura - Bandung) :
"karena PKB, adalah parpolnya orang nahdliyyin yang "resmi" (mngkin karena gus dur . hehehehe), maka aku dan keluargaku menjadi bagian dari parpol ini."

Ahmad Mukhlason (Karyawan dan Mahasiswa S2 Universiti Teknologi Petronas Malaysia) :
"Aq dukung PKB ya .. karena panggilan NURANI. Saya punya harapan besar pada partai ini... sebagai wadah aspirasi kaum Nahdliyin. Biar dak selamanya jadi orang pinggiran mulu. Selamat Buat Mbak Yeni sbg sekjen baru PKB!"

Selengkapnya ...

Monday, April 23, 2007

Langkah Jitu Konsolidasi NU/PKB

Assalamu'alaikum ..

Langkah baik dari DPW PKB Jabar kembali kita patut acungi jempol ... mereka menggelar pertemuan antara NU dan PKB untuk sama-sama mencari solusi dari permasalahan yang kadang muncul karena konflik di tubuh NU/PKB. Kesadaran membangun hubungan NU/PKB yang baik mesti dimiliki simpatisan, kader dan pengurus NU dan PKB di manapun juga karena secara emosional dan kultural keduanya tidak bisa dipisahkan.

Liputan ini bisa Anda baca dengan meng-klik DI SINI .

Mudah2an langkah ini bisa diikuti oleh simpatisan, kader dan pengurus PKB di manapun juga.

Wassalamu'alaikum

Selengkapnya ...

Saturday, April 21, 2007

Selamat Jalan Kyai ...


Innalillahi Wainna Ilaihi Roji'un ..

Kita kembali berduka, salah satu kader terbaik PKB dan Ulama NU Bekasi, KH. Aminullah Muchtar, Wakil Sekretaris Dewan Syura DPP PKB, yang juga Pengasuh Pondok Pesantren An Nur, Bekasi, telah menghadap Allah Swt pada hari Rabu, 11 April 2007 dalam usia 53 tahun.

Pada masa hayatnya, selain dikenal sosok yang sangat dekat dengan Gus Dur, sang almaghfurlah juga dikenal sebagai sosok yang gigih berjuang untuk kemaslahatan umat.

Tak lupa, kami sampaian duka cita yang sedalam-dalamnya kepada keluarga yang ditinggalkan, mudah2an almaghfurlah termasuk dalam golongan ahlul jannah dan keluarga almaghfurlah diberikan kekuatan dan ketabahan.

Allahummaghfirlahu warhamu waafihi wa'fuanhu

Selamat jalan kyai .. mudah2an kami bisa melanjutkan perjuangan ...

Selengkapnya ...

Menuju Kemenangan 2009



Assalamu'alaikum wr wb,

Rekan2 perjuangan semuanya ...

Pemilu 2009 di depan mata .. banyak sekali perjuangan rekan, teman, dan semuanya pecinta PKB untuk bisa menuju kemenangan PKB yang maha berat ini.

Saya mungkin "rada" optimis dengan target 2 besar di pemilu nanti seperti yang disampaikan petinggi DPP beberapa waktu lalu. Kata "rada" mungkin bisa dimaklumi karena kondisi realitas politik internal dan eksternal yang terjadi selama ini.

Yang jelas, seandainya arus bawah PKB pada diam apakah target itu bisa berhasil. Niscaya tidak ! Namun saya begitu senang dengan kombinasi pengurus DPP sampai level ke bawah yang digerakkan oleh kaum muda PKB yang progressif dan berjiwa loyalitas tinggi.

Bagi Anda yang duduk dalam kepengurusan PKB, kami begitu berharap program2 partai bisa dijalankan dengan baik dan tanggungjawab serta menyentuh lapisan masyarakat di bawah, perihal ini mudah2an PKB2 di cabang bisa meniru langkah PKB Bogor yang digawangi rekan Ir. Heri Firdaus dengan gebrakannya, berupa pengobatan gratis dll, dan katanya ada MASURA bulan mei nanti.

Dalam pandangan saya, kegiatan MASURA begitu efektif untuk mengakrabkan kembali hubungan jama'ah, khususnya NU dengan PKB. Banyak sekali di daerah yang hubungan NU dan PKB belum begitu kondusif. Oleh karenanya, langkah cerdas Gus Dur dengan MASURA nya ini mudah2an bisa dijalankan juga dengan PKB di manapun.

Sedangkan saya dan mungkin rekan2 pendukung PKB di luar kepengurusan, hanya bisa berusaha dalam kapasitasnya dengan cara kami masing2 juga. Mungkin di antara kami ada yang sifatnya propaganda pemikiran Gus Dur, tukang counter untuk anti Gus Dur, analis politik pro-PKB, dll, termasuk yang jago IT bisa menyumbangkan ilmunya untuk sosialisasi PKB melalui dunia maya.

Sebagai bagian dari usaha sosialisasi yang semakin luas kepada masyarakat virtual, kami mencoba menyuguhkan blog ini. Blog ini dalam tahap pengembangan dan kami sangat berharap partisipasi rekan2 dalam hal tulisan, saran konstruktif dan lainnya.

Mudah2an Allah memberkahi perjuangan kita semua. Amin

Wallahul Muwaffiq Ilaa Aqwamit Tariq
Wassalamu'alaikum

Selengkapnya ...

Thursday, April 12, 2007

Membangun Loyalitas dan Integritas Kader Partai

Oleh : A. Maulana al-Brebesy*

Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa jantung pertahanan sebuah partai terletak pada kekuatan loyalitas dan integritas para anggotanya. Tak kan berarti sebuah partai jika tidak ada bagian penyokong utama organisasi tersebut, yaitu anggota. Namun, kekuatan loyalitas dan intergritas anggota tidak lah muncul begitu saja. Ia dilandasi oleh berbagai kekuatan dalam diri mereka. Tidak sedikit loyalitas itu datang atas dasar kesamaan visi dan misi, datang dari ikatan emosional, rasional, juga tidak sedikit yang loyal karena unsur duniawi.

Keloyalan anggota yang kokoh biasanya tidak menganut sistem “balas budi” dan juga segala aksesoris keduniaan. Ia lahir dalam pandangan yang utuh karena kecintaan yang tulus, dan kadang penuh ikatan emosional. Lebih dari itu, juga karena rasionalisme yang matang terhadap partai tersebut. Tidak sedikit partai politik di Indonesia yang berkembang atas dasar ikatan emosional, meskipun di sisi lain tentu saja atas dasar beberapa kesamaan visi dan misi.

Partai yang berbasis atas dasar ikatan emosional biasanya lahir dari latarbelakang keagamaan, suku atau ideologi. Di sini kita akan menemukan beberapa partai yang masuk dalam kategori tersebut, yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dilahirkan oleh rahim Nahdlatul ‘Ulama (NU), Partai Amanat Nasional (PAN) yang dibidani oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah, Partai Bulan Bintang (PBB) yang dibentuk oleh kalangan Masyumi dan lainnya.

Partai-partai yang berbasis ikatan emosional tersebut tentunya bisa lebih mudah menjaring masa di bawah pada awal pembentukannya, tentu saja karena dorongan ikatan emosional tersebut. Malah konon, sewaktu pembentukan PKB, jajaran petinggi NU waktu itu menginstruksikan pengurus NU sampai ke kepengurusan paling bawah untuk segera membantuk kepengurusan PKB. Hal ini tentunya sangat positif bagi mereka yang bergerak di politik praktis -dalam hal ini PKB- karena bisa cepat berkonsolidasi, namun juga dirasa menjadi efek negatif bagi mereka yang bertahan untuk menjaga identitas sebagai organisasi keagamaan (NU).

Meskipun mereka cenderung mudah menjaring massa, namun untuk perkembangan dan eksistensi sebuah partai, tidak bisa mengandalkan dari ikatan emosional. Tidak sedikit partai yang akhirnya tidak eksis karena kurangnya pembenahan partai secara utuh. Salahsatu contoh yang bisa kita lihat adalah Partai Bulan Bintang (PBB), yang kemarin waktu pemilu tahun 2004 tidak bisa memenuhi batas electrocal treshold untuk ikut pemilu selanjutnya. Bisa saja hal ini terjadi pada partai-partai yang kini masih eksis, seperti PKB, PAN atau lainnya jika tidak bisa mengantisipasi dari sekarang atau mungkin tidak bisa mengatasi permasalahan internal partai yang terjadi selama ini.

Untuk mengantisipasi terjadinya permasalahan dalam diri partai, yang bisa berujung pada terjadinya ketidakeksistensian, maka partai tentunya harus membuat program dan stategi yang efektif. Program yang efektif ini juga harus dijalankan sebaik mungkin secara komprehensif dan terpadu. Tidak sedikit partai yang sudah membuat program ini secara detail, namun aplikasinya masih nol. Salahsatu instrumen penting dalam program partai untuk menjaga eksistensi tersebut adalah kaderisasi partai.

Jika mau jujur, program kaderisasi yang berkelanjutan dalam tubuh partai sekarang ini sangat sedikit. Disini kita mungkin bisa menemukan sebuah contoh partai yang cukup baik dalam program kaderisasi yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PKS, yang awalnya adalah kelanjutan dari Partai Keadilan, bisa dibilang cukup memberikan prospek yang baik dalam kancah perpolitikan bangsa. Hal ini tentunya tidak terlepas dari program kaderisasi partai, selain program-program penting lainnya.

Menilik lebih jauh pada kaderisasi di tubuh PKS, maka kita akan menemukan akar kekuatannya yang bertumpu pada kekuatan anggotanya di dalam lingkaran-lingkaran pengajian (baik kecil maupun besar) dan dibina secara berkesinambungan. Bahkan untuk identitas anggota pun mereka memiliki tingkatan-tingkatan sendiri, dan untuk masuk tiap tingkatan itu juga melalui suatu ujian atau pelatihan. Program pembinaan anggota ini lah yang kiranya patut ditiru oleh partai lain, meski dalam kemasan yang berbeda. Langkah ini ibaratnya untuk mengantisipasi terjadinya kapal yang ombang-ambing atau mungkin karam karena kapal memiliki awak yang kompeten.

Membangun Loyalitas dan Integritas Kader
Tidaklah mudah untuk membangun loyalitas dan integritas kader sebuah partai. Hal ini perlu kematangan konsep dan kebijakan partai yang cerdas serta didukung penuh oleh segenap anggota partai. Meski demikian, dalam penglihatan penulis, sedikitnya ada 5 (lima) langkah besar dalam upaya membangun loyalitas dan integritas partai.

5 langkah besar tersebut adalah pertama, menanamkan ideologi partai secara rapi dan mendalam; kedua, memberikan dukungan penuh kepada anggota/kader dalam setiap kegiatan partai (baik secara moril maupun spirituil); ketiga, membentuk jaringan anggota/kader yang representatif, berkualitas dan profesional; keempat, menyelenggarakan program pembinaan anggota/kader secara terpadu, merata dan berkelanjutan; dan terakhir, kelima, memberdayakan anggota/kader secara optimal di tengah-tengah masyarakat.

Ideologi yang ditanamkan kepada anggota/kader partai tentunya disesuaikan dengan jiwa dan semangat partai tersebut pada saat dilahirkan. Sebagai contoh pada PKB, selain mengidentitaskan dirinya sebagai partai nasionalis, pluralis (keberagaman) dan inklusif (keterbukaan), PKB juga tetap menggunakan hubungan emosionalnya dengan Nahdlatul ‘Ulama sebagai bidan yang melahirkannya di masa reformasi. Ideologi NU dan ajaran Ahlus Sunah Wal Jama’ah pun menjelma menjadi jimat PKB dalam meraup suara massa di bawah, khususnya di Jawa. Tak pelak, eksistensi PKB dan segala lika likunya juga terkadang menjadi catatan tersendiri bagi NU. Jika hubungan emosionalnya dengan NU dan sifat nasionalisme dalam diri partai bisa dirancang dan dikonstruksi dengan begitu rapi, maka tidak mustahil akan lahir loyalitas yang tinggi dalam generasi-generasi PKB. Hal ini juga berlaku pada partai-partai yang lain agar bisa tetap eksis di kancah perpolitikan bangsa Indonesia, tentunya disesuaikan dengan ideologi dan sifat organisasinya masing-masing.

Langkah lainnya adalah perlunya dukungan yang kuat dari partai kepada anggota/kader dalam mengikuti kegiatan atau program partai. Tidak sedikit dari anggota, simpatisan bahkan kader yang keluar dari partai karena kurangnya dukungan dari organisasi. Dukungan tersebut tidak berarti berupa materiil atau sesuatu yang di-uang-kan, melainkan suatu bentuk penghormatan atau penghargaan kepada anggota/kader untuk bisa aktif secara optimal. Sebagai contoh adalah perlunya sarana prasarana yang memadai untuk melakukan koordinasi atau proses administrasi organisasi. Meskipun hal ini tidak menjamin dalam kuatnya partai, tetapi penulis meyakini bahwa hal ini sangat menunjang dalam menjaga loyalitas dan integritas anggota/kader partai, sehingga secara langsung memberikan masa depan yang cerah dalam keberlangsungan partai nantinya.

Selain itu, langkah yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya pembentukan jaringan anggota/kader yang representatif, dalam arti jaringan anggota/kader tersebut bisa mewakili organisasi/partai dalam wilayah tertentu. Juga bersifat merata, artinya jaringan tersebut dibangun di seluruh wilayah, tempat partai dibangun. Di sisi lain, jaringan ini juga diharapkan bisa menjadi wadah anggota/kader partai yang berkualitas dan profesional. Kualitas di sini bisa dilihat dari segi manapun juga, yang jelas tingkat loyalitas dan integritas terhadap partai tidak perlu diragukan. Sedangkan profesional, organisasi yang dibangun tersebut bekerja atas dasar kemampuan manajerial yang baik dengan berlandaskan aturan organisasi yang ada.

Langkah keempat dalam membangun loyalitas adalah menyelenggarakan program pembinaan anggota/kader secara terpadu, merata dan berkelanjutan. Terpadu berarti program dibangun secara utuh dan bertahap sampai selesai. Merata berarti program pembinaan dilaksanakan di semua lini kehidupan dan dimanapun. Kalau pun tidak bisa dilaksanakan pada semua wilayah, maka perlu dilakukan sistem prioritas sehingga tujuan organisasi bisa optimal. Sedangkan program yang berkelanjutan tentunya program bisa dilaksanakan secara terus menerus sesuai periode waktu yang disepakati dalam organisasi.

Langkah kelima menurut penulis adalah partai mampu memberdayakan anggota/kader secara optimal untuk berkiprah di tengah-tengah masyarakat. Partai mampu mengarahkan dan memobilisasi massa di bawah sebagai bagian dari partai yang turut berpartisipasi dalam kekuatan sosial masyarakat. Hanya saja, kiprah yang dilakukan bukanlah semata-mata atas dasar instruksi atau perintah partai, melainkan sebagai tanggung jawab secara moral di tengah masyarakat. Apalagi dalam kaitannya dengan bidang sosial, maka hal ini adalah sudah menjadi komitmen pada diri tiap partai yang ada. Karena pada hakikatnya, partai tidak sekedar bisa membawa seseorang menuju kepada kekuasaan, atau sekedar mediator dalam mengaspirasikan suara di bawah, tetapi partai adalah organisasi yang lahir dalam upaya membangun masyarakat sipil yang kuat dan menyeluruh di berbagai bidang kehidupan. Jika partai bisa membangun keadaan ini, niscaya loyalitas dan integritas anggota/kader partai pun bisa meningkat.

Langkah-langkah tersebut di atas pada hakikatnya adalah bagian integral dari program partai secara keseluruhan. Sungguh menjadi kekuatan besar dalam diri sebuah partai jika bisa melaksanakan program-program partai yang ada, termasuk program kaderisasinya. Program kaderisasi menjadi sesuatu yang sangat penting karena menyangkut tongkat kepemimpinan partai, dengan kata lain menyangkut keberlangsungan sebuah partai. Partai yang bekerja dengan sistem kaderisasi yang baik tentu saja memberikan masa depan yang cerah. Sebaliknya, tanpa program kaderisasi yang baik maka partai tidak bisa tumbuh dan berkembang secara baik, malah mungkin kehancuran yang akan datang. Wallahu ’Alam Bish Showab.

-------------------------------------------------------------
*Anggota Komunitas Muda untuk Indonesia Bangkit (KOMMIT)

Selengkapnya ...

PKB, Tamatkah Riwayatmu?

Oleh : A. Maulana al-Brebesy*

Sebagai partai yang lahir dari rahim PB NU, idealnya PKB bisa menyatukan potensi dan sumber daya manusia NU dalam suatu wadah politik tunggal yang baik. Namun realitasnya, hal ini tidak mudah dilakukan meskipun secara historis NU sedari awal turut berkiprah dan berpengalaman panjang dalam jagad perpolitikan bangsa, khususnya setelah menjelma sebagai partai politik sendiri, yaitu Partai NU (1952 - 1973). Sejarah bangsa pun mencatat, Partai NU waktu itu cukup solid dan begitu disegani oleh partai-partai lainnya karena kekuatannya yang besar.

Kini, PKB yang dianggap sebagai penjelmaan partai warga NU masih di dera berbagai masalah. Salah satu masalah terkini adalah terjadinya perpecahan di kalangan kyai. Hal ini tentunya menjadi problem serius bagi perkembangan PKB ke depan, karena posisi kyai sangat strategis dan bisa dikatakan sebagai salah satu ”pemegang saham” terbesar di partai ini. Parahnya, perpecahan tersebut berujung pada pembentukan partai baru di kalangan warga NU. Bahkan dalam suatu sumber berita (Rakyat Merdeka Online, 23/11 2006), K.H. Ma’ruf Amin (Rais Syuriyah PB NU), salah seorang kyai NU yang cukup berpengaruh dan dulu turut serta dalam pembentukan PKB pada tahun 1998 berpendapat bahwa riwayat PKB kini sudah tamat. Benarkah?

PKB dan Dinamika Konflik
Sejak kelahirannya pada tanggal 23 Juli 1998, PKB dinilai belum mampu secara maksimal untuk menjadi ”rumah politik” yang nyaman bagi warga NU. Indikasi ini bisa terlihat dari realitas internal partai yang selalu terjadi konflik sampai pada fase pertentangan yang akut, yaitu terjadinya perpecahan. Setelah Matori Abdul Djalil -mantan Ketua Umum PKB- dipecat dari kepengurusan dan membentuk Partai Kejayaan Demokrasi (PKD) bersama kader muda PKB, Abdul Khalik Ahmad, kini di penghujung akhir 2006, sejumlah kyai pendukung PKB pun mengambil sikap mufaraqah dari PKB dengan membentuk partai baru, yaitu Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), yang berasaskan Islam berhaluan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.

PKNU ini bisa dikatakan sebagai reinkarnasi dari PKB versi Muktamar Surabaya pimpinan K.H. Abdurrahman Chudhori dan Drs. H. Choirul Anam. Ini dikarenakan PKNU lahir dari buah ekspresi akhir pendukung PKB Anam atas gagalnya pertarungan ”memperebutkan” kepemimpinan PKB yang sah melawan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Muhaimin Iskandar pasca dikeluarkannya Putusan Kasasi MA No. 02/K/Parpol/ 2006 tanggal 7 September 2006 dan Surat Menkumham No. M14-UM.06.08 Tahun 2006 tanggal 11 September 2006.

Sejumlah kyai yang terlibat dalam pembentukan PKNU diantaranya K.H. Abdullah Faqih (Langitan, Tuban), K.H. Abdurrahman Chudlori (Tegalrejo, Magelang), K.H. Idris Marzuki (Lirboyo, Kediri), K.H. Nurul Huda Djazuli (Ploso, Kediri), K.H. Ma'ruf Amin (Jakarta), K.H. Warsun Munawwir (Krapyak, Yogyakarta), K.H. Muhaiminan Gunardo (Parakan, Temanggung), K.H. Dimyati Rois (Kendal) dan K.H. Sofyan Miftahul Arifin (Situbondo). Beberapa kyai di atas merupakan kyai khos NU yang selama ini dikenal sebagai bagian dari Forum Ulama Langitan, yang dulunya sering menjadi rujukan Gus Dur dalam mengambil berbagai keputusan.

Pada perkembangannya, K.H. Idris Marzuki menyatakan ketidaksetujuannya dengan nama PKNU karena dianggapnya nama tersebut tidak populis dan susah dicerna oleh umat di bawah. Pengasuh Ponpes Lirboyo Kediri itu lebih setuju jika nama dari partai yang baru dibentuk tersebut dengan nama Partai Bintang Sembilan. Istilah ”Bintang Sembilan” merupakan istilah yang sangat dikenal oleh kalangan NU karena kata ini merupakan identitas NU. Bahkan istilah tersebut sudah muncul pada awal pembentukan partai untuk warga NU pada tahun 1998 yang terjadi di Purwokerto, termasuk juga Partai Kebangkitan Umat (Perkanu) di Cirebon.

Kondisi politik PKB yang kurang kondusif di atas tentu saja bisa membingungkan konstituen PKB di bawah, khususnya Nahdliyyin yang menjadi basis utamanya. Apalagi ditambah dengan adanya proses recalling anggota FKB di DPR-RI dari kubu Anam yang selama ini bersebarangan, yaitu A.S. Hikam, Idham Cholied, Anas Yahya dan Saleh Abdul Malik. Proses recall ini tentu saja menimbulkan image negatif terhadap DPP karena terkesan berjiwa otoriter terhadap anggota yang berbeda pandangan meskipun DPP menilai bahwa hal itu sudah melalui prosedur administratif dan anggota yang di-recall tersebut tidak berkomitmen untuk membesarkan partai.

Belakangan ini, muncul wacana ”menengok rumah lama” atau kembali ke PPP dari tokoh muda PKB, Syaifullah Yusuf (Gus Ipul), yang juga mantan Sekjen PKB Anam. Gus Ipul memandang bahwa wacana ”menengok rumah lama” ini sebagai salah satu bentuk solusi untuk keluar dari konflik PKB. Wacana ini pun diikuti dengan langkah beliau mendekati tokoh-tokoh PPP, seperti HA Thoyfoer MC, tokoh PPP dari Jawa Tengah, dan KH Maimun Zubair, Ketua MPP DPP. Bahkan, acara halal bihalal yang diadakan oleh GP Ansor pun mengambil tajuk ”Semalam Menjadi PPP” dengan mengundang tokoh-tokoh PPP.

Eksistensi PKB ke Depan
Berbagai permasalahan yang selama ini mendera PKB bisa jadi akan membawa dampak serius jika tidak diselesaikan dengan sungguh-sungguh dan diikuti dengan kerja nyata sampai ke jaringan PKB di bawah. Tentu saja, dampak serius dari kondisi di atas adalah kemungkinan merosotnya jumlah suara PKB pada pemilu 2009, seperti yang terjadi pada pemilu 2004, dimana PKB turun sekitar 2% suara dari pemilu 1999. Terlebih, kini sejumlah kyai basis pendukung PKB di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai lumbung suara PKB merapatkan barisan di tubuh PKNU.

Namun kalau kita menengok pengalaman 2 (dua) kali pemilu pasca reformasi, keberadaan PKB tetap eksis dan tidak bisa disaingi oleh partai lainnya yang berbasis Nahdliyyin, bahkan secara keseluruhan dari total suara pemilu, PKB tetap berada di jajaran 3 (tiga) besar. Beberapa partai politik yang berbasis massa NU pasca reformasi dan ikut dalam pemilu antara lain PKU-nya K.H. Yusuf Hasyim, Partai PNUI-nya K.H. Syukron Ma’mun, Partai SUNI-nya Abu Hasan, PPP dan PBR. Sebagian dari partai-partai tersebut kini terancam bubar, karena hasil perolehan suaranya pada pemilu lalu tidak memenuhi ambang batas suara (electoral treshold) yang ditentukan oleh KPU.

Menurut penulis, hal yang menjadi daya tarik Nahdliyyin untuk tetap memilih PKB, selain kelahirannya direstui dan difasilitasi oleh PB NU serta dideklarasikan oleh tokoh-tokoh NU terkemuka (K.H. Ilyas Ruhiyat, K.H. Muchith Muzadi, K.H. Munasir Ali, K.H. Abdurrahman Wahid dan K.H. Mustofa Bisri) adalah juga karena adanya ”putra emas” NU dalam tubuh PKB yaitu Gus Dur sendiri, yang sampai saat ini masih menjabat sebagai Ketua Dewan Syuro PKB. Gus Dur dinilai oleh sebagian warga NU bukan sekedar tokoh NU semata dengan segudang ilmu dan pengalaman, namun juga ”magnet” dengan daya tarik yang sangat kuat. Bisa jadi, hal ini tidak hanya karena sosok beliau dari kalangan ”darah biru” NU, tetapi juga efek dari lamanya kepemimpinan Gus Dur yang panjang selama 3 (tiga) periode di tubuh organisasi keagamaan terbesar di tanah air itu (1984 - 1999). Bahkan tak bisa dipungkiri, kiprah sebagian politisi NU di negeri ini, khususnya pasca reformasi, tidak terlepas dari peran seorang Gus Dur.

Kelebihan lainnya, PKB sudah memiliki image yang begitu kuat pada masyarakat NU sebagai partainya ”wong NU”, khususnya masyarakat pedesaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah seorang pengamat politik, Laode Ida bahwa dukungan massa arus bawah terhadap PKB itu sudah seatle sebagai partai politik yang besar. Sedangkan pengaruh dari kyai-kyai yang berada di belakang PKNU, Wakil Ketua DPD ini berpendapat, bahwa pengaruh mereka terhadap keberlangsungan (akhir) PKB ada ketika para tokoh (kyai) di tingkat lokal solid satu sama lain. Kalau tidak solid, maka massa akan kembali ke partai yang dipimpin Gus Dur (PKB).

Secara infrastruktur, PKB juga tidak hanya memiliki jaringan yang kuat di tanah air, tetapi juga ada di luar negeri, seperti di Mesir, Malaysia dan lainnya. Apalagi, jatidiri PKB yang bersifat nasionalis relijius berdasarkan Pancasila, memungkinkan PKB bisa menjaring massa lebih besar lagi, termasuk dari unsur non-NU dan non-Islam. Hal ini berbeda dengan partai-partai berbasis Nahdliyyin lainnya yang berasaskan Islam dan terkesan sektarian. Dengan demikian, kiranya beralasan bahwa tidak ada istilah end of life (tamat riwayat) pada PKB, bahkan eksistensinya tetap diperhitungkan dalam ranah perpolitikan bangsa.

--------------------------
*Penulis : Wa. Sekjen Komunitas Muda untuk Indonesia Bangkit (KOMMIT)

Selengkapnya ...